top of page

Prom?

Chet tidak terlalu banyak bergaul di sekolahnya. Selain mendengar musik, aktivitasnya hanya duduk-duduk di bawah pohon rindang sekolah, sambil sesekali berbincang dengan temannya yang melintas. Salah satunya Beth.

Memasuki tahun ketiga di SMA, Chet dan Beth hanya berhubungan sebatas kenalan. Mereka saling menghormati dengan tegur sapa, dan obrolan ringan 5-10 menit. Tak ada percakapan intens di antaranya. Chet merasa ada ketidakmampuan dirinya untuk mengungkapkan rasa. Karena dari sekitar tiga atau empat perempuan yang suka berbincang dengannya, hanya Beth yang bisa membuat Chet tertawa dan mengingat -- mengingat wajahnya ketika mereka sudah tidak bertatap muka lagi.

Bahkan, Chet sering gagal menolak permintaan Beth untuk mengantarnya pulang. Padahal Chet tahu, jika mengantar Beth pulang, jaraknya sangat jauh dan memutar-mutar beberapa daerah, yang mengakibatkan Chet harus merogoh kantong lebih dalam untuk membeli bensin. "Tak masalah, lagipula kuncian uang di rumah masih ada." gumam Chet dalam hati.

Selama perjalanan pulang, jarang mereka bertukar kata, kecuali ada kejadian unik atau lucu di sepanjang perjalanan. Chet banyak memikirkan skenario-skenario tertentu bila terjadi sesuatu diluar harapannya. Tapi yasudahlah, sejauh ini baik-baik saja menurut Chet.

Antaran pulang kemarin sore bisa jadi antaran terakhir Chet ke rumah Beth. Pasalnya beberapa hari lagi mereka akan menghadapi Ujian Nasional. Dalam perjalanan itu, akhirnya Beth memulai percakapan, karena pikirnya, tidak mungkin ia tidak menciptakan suatu kenangan dengan orang ini -- orang baik hati yang selalu menyapanya di bawah pohon rindang ketika ia sedang suntuk atau jengkel dengan situasi sekolah ataupun rumahnya.

"Chet, bawa motornya pelan-pelan saja," buka Beth. "Ini sudah pelan. Emang mau ngapain juga buru-buru." balas Chet dengan bingung. Dari sekian banyak perjalanan, kenapa baru sekarang ada peringatan masalah kecepatan. "Gue belum tahu selesai SMA ini mau apa." Pertanyaan Beth yang membuat Chet benar-benar menurunkan kecepatan motornya hingga 20 km per jam. "Persis. Gue juga sama. Tapi seenggaknya gue tau apa yang pengen gue lakuin sebelum selesai SMA." ucap Chet. Mereka berdua hilang dalam obrolan, dan perjalanan mereka terasa lebih lama 15 menit dari biasanya.

Sepulang dari rumah Beth, barulah Chet berpikir. "Apa yang terjadi? Kenapa tadi kami melakukan percakapan intens. Mengenai masa depan, harapan, dan ketakutan?" Chet bingung. Ia bakar sebatang rokok Marlboro dan menyetel musik Blur di dalam hp-nya yang terpasang earphone, Perjalanan pulang ia lanjutkan. Justru semakin menjauhi rumah Beth, semakin Chet merasa jauh dari rumah.

Perasaan. Suatu masalah buat Chet. Meski demikian, ia harus bertindak, meski belum tahu apa. Dua hari lagi Ujian Nasional. Setelahnya tidak akan ada lagi aktivitas sekolah seperti biasa, yang artinya tidak ada aktivitas Chet menegur-sapa kawannya di bawah pohon rindang. Setelah itu pengumumam kelulusan, prom night, dan hilang untuk selamanya -- paling reuni sekali atau dua kali dalam dua atau tiga tahun. Perasaan masih terus bergejolak di diri Chet. Ia tak tahu apa. Tapi membuat dirinya senang, sekaligus takut.

Tapi tegas ia harus bertindak menanggapi dorongan dari si perasaan ini. Ada sesuatu yang ingin ia sampaikan ke Beth. Paling tidak, ucapan terima kasih atau pujian terhadap betapa baiknya Beth kepada Chet, dan pujian atas keramahan hati Beth selama di sekolah. Beth seorang yang cerdas, cekatan, dan mampu bergaul. Ia bisa bercengkerama dengan siapa saja yang ingin bercengkerama dengan dirinya. Beth bahkan sering membantu Chet dalam masalah PR, dan beberapa kali mentraktir Chet, meski hanya jus atau es susu di kantin sekolah -- proses itupun berlangsung tak kurang dari 10 menit jika terjadi.

Agak berlebihan -- itulah tanggapan nurani Chet. Tapi logika dia menuntut lain. Chet harus melakukan sesuatu baik kepada Beth. Paling tidak itu pernyataan dia kepada Beth, bahwa ia tahu harus apa sebelum benar-benar kehilangan masa putih abu-abu.

Chet tidak mungkin berbicara langsung kepada Beth mengenai hal tersebut, tidak juga melalui teks Whatsapp atau free call Line. Chet punya rencana, ia ingin mengajak Beth sebagai pasangannya di malam prom nanti.

Ujian Nasional sudah berakhir, dan pengumuman kelulusan dua hari lagi. Ia harus bertindak cepat sebelum Beth diajak orang lain, mengingat kemampuan sosialiasi Beth yang tinggi. Tanpa pikir panjang, Chet terpikir untuk memesan cupcake untuk mengirimkan niatnya kepada Beth.

Dan, yang pasti, kita tidak pernah tahu kelanjutan mereka berdua.

Tapi, Chet telah berhasil melakukan keinginannya sebelum selesai SMA.

(damn!)

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page