top of page

Dua Jam di Halte

Rintik demi rintik air hujan jatuh, entah sudah berapa lama Monic berdiri di pinggir jalan itu. Ia sedang menantikan kehadiran Henry -- kekasihnya yang sudah ia kenal sejak masa sekolah. Sudah hampir tiga bulan terakhir Monic punya pikiran buruk tentang Henry. Bukan berkaitan dengan pribadi kekasihnya, tetapi ini masalah insting. Monic merasa ragu dengan hubungan mereka berdua.

Sudah dua jam berdiri, kini Monic bergeser ke halte yang tak jauh dari tempatnya tadi. Lelaki yang ditunggunya belum juga datang. Kemudian, yang membuat Monic tambah kesal, Henry sudah tidak membalas pesan singkat ataupun mengangkat telepon. Terakhir, Henry bilang, "aku sudah menuju sana. Hujan cukup lebat, jadi kemungkinan akan macet. Wait for me." Monic hanya membalas, "Oke. Hati-hati yaa. Aku tunggu di sini."

Di tengah hujan yang turun kian deras, Monic tak punya teman lain selain earphone di telinganya yang memainkan nada-nada musik indie folk favoritnya. Jalanan saat itu tidak terlalu ramai, yang berteduh di halte itu pun hanya ada dia dan satu keluarga yang terdiri dari bapak, ibu, dan anak. Namun, mereka bertiga asik saja bercanda sendiri di antaranya.

Monic sudah mengeluhkan sejak lama mengenai situasi antara dia dan Henry. Menjengkelkan, namun Monic tidak bisa berbicara langsung dihadapannya. Perhatian dan kebiasaan Henry kepada Monic berubah drastis, meskipun tidak ditemui adanya kesalahan apapun baik bagi Henry atau Monic. Lagi-lagi, Monic bergumam, "Ah, cuma pikiran lewat." Bukan itu saja, Henry yang dulu selalu menetapi janji dan tepat waktu, kini sering datang terlambat, atau bahkan lupa akan janji temu.

Monic sadar, tidak mungkin ia bicarakan ini sebelum menemukan satu momen atau bukti yang mengantarkan Henry pada sikapnya yang berubah drastis. Sudah dua jam lewat 10 menit, kini Monic kembali memegang hp untuk mengecek situasi lalu lintas melalui Google Maps. Monic merasa tidak ada kepadatan yang berarti di Jakarta pada sore itu. Lalu apa alasannya? Mengapa butuh waktu dua jam? Padahal jarak mereka tidak begitu jauh.

Monic mungkin hanya bisa berasumsi. Menurutnya, Henry hanya sedang mengalami fase bosan terhadap hubungan mereka berdua. Karena Henry bukan pekerja kantoran yang waktunya kaku, ataupun seorang pengusaha besar yang tiap detik selalu diartikan dengan uang. Henry orang yang sangat sederhana dengan pribadi yang baik dan menyenangkan. Henry mempunyai beberapa usaha yang terbilang tidak besar, tapi cukup stabil. Waktu yang ia punya sangat fleksibel dan teman-temannya bukan tipikal yang suka nongkrong tidak jelas sambil menghambur-hamburkan uang.

Situasi yang Monic tidak mengerti, tapi harus segera ia bicarakan. Monic kuatkan pikiran serta mentalnya. Ia berencana untuk langsung membicarakan hal ini kepada Henry. Langsung, to the point, tanpa ada basa-basi basi. Harapannya, masalah menjadi jelas, untuk kemudian mencari solusi.

Selang 15 menit, Monic siap. Andaikata Henry datang dan...... Eh tapi tunggu. Henry datang sebelum Monic menyelesaikan kalimat di kepalanya. Henry tidak mengajak Monic masuk mobilnya. Justru keluar hujan-hujanan menuju halte, sambil membawa sebuah kotak berplastik putih susu.

"Monic, maaf maaf membuatmu menunggu lama. Aku habis mampir dari Pasar Minggu." Buka Henry. "Untuk apa? Selesaikan saja dulu urusanmu. Setelah itu aku ingin bicara serius." Tampar Monic. Henry kemudian bilang, dirinya merasa sikap Monic berubah semenjak beberapa bulan terakhir. Henry pun sadar, perubahan sikap itu disebabkan karena dirinya sendiri. Henry sedang asik bersama komunitas barunya. Henry mendaftarkan diri sebagai anggota fans klub sebuah tim di Liga Inggris.

Henry pun tenggelam dalam hipnosis sepakbola serta kawan-kawan "seperjuangan" yang membela tim itu. Henry menghabiskan banyak waktu dengan mereka tanpa sepengatuhan Monic. Selain nonton bareng, Henry sering main futsal bersama komunitasnya. Juga kerap menghabiskan senja di kedai kopi, ataupun sekadar kumpul di base camp mereka atau rumah salah satu kawan "seperjuangan'-nya.

Monic tahu. Ia tersenyum. Kemudian menangis senang saat ia buka kotak berplastik putih susu itu. Selanjutnya Monic mengangguk dan melupakan pikiran serta kata-kata yang sudah dikonstruk sejak sejam lalu.

Perlu diketahui, entah kenapa, tapi Monic suka dengan Hello Kitty karena merasa ada kesamaan karakter. Ya, Menurut Henry, Monic memang gadis manis nan lucu.

(damn!)

Featured Posts
Check back soon
Once posts are published, you’ll see them here.
Recent Posts
Archive
Search By Tags
No tags yet.
Follow Us
  • Facebook Basic Square
  • Twitter Basic Square
  • Google+ Basic Square
bottom of page